NEFROPATI DIABETIK
BAB
I
PENDAHULUAN
Nefropati
Diabetika adalah komplikasi Diabetes mellitus pada ginjal yang
dapat
berakhir sebagai gagal ginjal. Keadaan ini akan dijumpai pada 35-45%
penderita
diabetes militus terutama pada DM tipe I. Pada tahun 1981 Nefropati
diabetika
ini merupakan penyebab kematian urutan ke-6 di Negara barat dan saat
ini
25% penderita gagal ginjal yang menjalani dialisis disebabkan oleh karena
Diabetes
mellitus teritama DM tipe II oleh karena DM tipe ini lebih sering
dijumpai.(5)
Dibandingkan DM tipe II maka Nefropati
Diabetika pada DM tipe I
jauh
lebih progresif dan dramatis.(6) Dengan
meremehkan penyakit DM maka bisa
berkomplikasi
ke Nefropati diabetika. Berdasar studi Prevalensi mikroalbuminuria
(MAPS),
hampir 60% dari penderita hipertensi dan diabetes di Asia menderita
Nefropati
diabetik. Presentasi tersebut terdiri atas 18,8 % dengan
Makroalbuminuria
dan 39,8 % dengan mikroalbuminuria.(1)
Hipertensi
merupakan suatu tanda telah adanya komplikasi makrovaskuler
dan
mikrovaskuler pada Diabetes, Hipertensi dan diabetes biasanya ada
keterkaitan
patofisiologi yang mendasari yaitu adanya resistensi insulin. Pasienpasien
diabetes
tipe II sering mempunyai tekanan darah lebih tinggi atau sama
dengan
150/90mmHg. Beberapa penelitian klinik menunjukkan hubungan erat
tekanan
darah dengan kejadian serta mortalitas kardiovaskuler, progresifitas
nefropati,
retinopati (kebutaan). Kontrol tekanan darah dengan obat anti hipertensi
baik
sistol dan diastole dan kontrol gula darah penderita pasien hipertensi dengan
diabetes
telah terbukti dari beberapa penelitian. Bahwa terbukti menaikkan “life
expentacy”resiko
stroke dan komplikasi kardiovaskuler pada pasien diabetes
meningkat
bila disertai hipertensi.
2
Terutama
pada wanita dengan diabetika, hipertensi dan LVH (Left
Ventrikel
Hiperthrophy), nefropati diabetika dan disertai edema, pada keadaan ini
sering
dipergunakan diuretika justru akan memperburuk prognosis menaikkan
mortalitas.
Pasien diabetes, hipertensi, LVH dan nefropati diabetika mempunyai
resiko
tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas atau CVD (infark dan stroke).
Sebagai
faktor prediksi adanya komplikasi vaskuler pada DM dan adanya
mikroalbuminuria.
Oleh karena itu perlu adanya perhatian khusus terutama
kalangan
medis untuk mencari upaya yang terbaik dalam usaha mencegah dan
mengatasi
penyakit ini.(4)
3
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Definisi
Nefropati
Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang
merupakan
penyebab utama gagal ginjal di Eropa dan USA.(5)
Ada 5 fase
Nefropati
Diabetika. Fase I, adalah hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR,
AER
(albumin ekretion rate) dan hipertropi ginjal. Fase II ekresi albumin
relative
normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkin masih terdapat
hiperfiltrasi
yang mempunyai resiko lebih tinggi dalam berkembang menjadi
Nefropati
Diabetik. Fase III, terdapat mikro albuminuria (30-300mg/24j). Fase
IV,
Difstick positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j, pada fase ini
terjadi
penurunan GFR dan hipertensi biasanya terdapat. Fase V merupakan
End
Stage Renal Disease (ESRD), dialisa biasanya dimulai ketika GFRnya
sudah
turun sampai 15ml/mnt.(2)
B.
Etiologi
Hipertensi
atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari
penyakit
DM dipercaya paling banyak menyebabkan secara langsung
terjadinya
Nefropati Diabetika. Hipertensi yang tak terkontrol dapat
meningkatkan
progresifitas untuk mencapai fase Nefropati Diabetika yang
lebih
tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).(9)
C.
Faktor Resiko
Tidak
semua pasien DM tipe I dan II berakhir dengan Nefropati
Diabetika.
Dari studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa faktor
resiko
antara lain:
1.
Hipertensi dan prediposisi genetika
2.
Kepekaan (susceptibility) Nefropati Diabetika
a.
Antigen HLA (human leukosit antigen)
4
Beberapa
penelitian menemukan hubungan Faktor
genetika
tipe antigen HLA dengan kejadian Nefropati
Diabetik.
Kelompok penderita diabetes dengan nefropati
lebih
sering mempunyai Ag tipe HLA-B9
b.
Glukose trasporter (GLUT)
Setiap
penderita DM yang mempunyai GLUT 1-5
mempunyai
potensi untuk mendapat Nefropati Diabetik.
3.
Hiperglikemia
4.
Konsumsi protein hewani(10)
D.
Patofisiologi
Pada
diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah
pembesaran
ukuran ginjal dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan
direabsorbsi
oleh tubulus dan sekaligus membawa natrium, bersamaan dengan
efek
insulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yang
merangsang
reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel
meningkat,
terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive
terhadap
pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin
inilah
yang dapat menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali
tekanan
intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.(6)
E.
Gambaran Klinik
Progresifitas
kelainan ginjal pada diabetes militus tipe I (IDDM) dapat
dibedakan
dalam 5 tahap:
1.
Stadium I (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Secara
klinik pada tahap ini akan dijumpai:
Hiperfiltrasi:
meningkatnya laju filtrasi glomerules mencapai 20-
50%
diatas niali normal menurut usia.
Hipertrofi
ginjal, yang dapat dilihat melaui foto sinar x.
Glukosuria
disertai poliuria.
Mikroalbuminuria
lebih dari 20 dan kurang dari 200 ug/min.
5
2.
Stadium II (Silent Stage)
Ditandai
dengan:
Mikroalbuminuria
normal atau mendekati normal (<20ug/min).
Sebagian
penderita menunjukan penurunan laju filtrasi glomerulus
ke
normal. Awal kerusakan struktur ginjal
3.
Stadium III (Incipient Nephropathy Stage)
Stadium
ini ditandai dengan:
Awalnya
dijumpai hiperfiltrasi yang menetap yang selanjutnya
mulai
menurun
Mikroalbuminuria
20 sampai 200ug/min yang setara dengan
eksresi
protein 30-300mg/24j.
Awal
Hipertensi.
4.
Stadium IV (Overt Nephroathy Stage)
Stadium
ini ditandai dengan:
Proteinuria
menetap(>0,5gr/24j).
Hipertensi
Penurunan
laju filtrasi glomerulus.
5.
Stadium V (End Stage Renal Failure)
Pada
stadium ini laju filtrasi glomerulus sudah mendekati nol dan
dijumpai
fibrosis ginjal.Rata-rata dibutuhkan waktu15-17 tahun untuk
sampai
pada stadium IV dan5-7tahun kemudian akan sampai stadiumV.
Ada
perbedaan gambaran klinik dan patofisiologi Nefropati
Diabetika
antara diabetes mellitus tipe I (IDDM) dan tipe II (NIDDM).
Mikroalbuminuria
seringkali dijumpai pada NIDDM saat diagnosis
ditegakkan
dan keadaan ini serigkali reversibel dengan perbaikan status
metaboliknya.
Adanya mikroalbuminuria pada DM tipe II merupakan
prognosis
yang buruk.
6
F.
Diagnosis
Atas
dasar penelitian kasus-kasus di Surabaya, maka berdasarkan
visibilitas,
diagnosis, manifestasi klinik, dan prognosis, telah dibuat kriteria
diagnosis
klasifikasi Nefropati Diabetika tahun 1983 yang praktis dan
sederhana.
Diagnosis Nefropati Diabetika dapat dibuat apabila dipenuhi
persyaratan
seperti di bawah ini:
1.
DM
2.
Retinopati Diabetika
3.
Proteinuri yang presisten selama 2x pemeriksaan interval 2 minggu tanpa
penyebab
proteinuria yang lain, atau proteinuria 1x pemeriksaan plus
kadar
kreatinin serum >2,5mg/dl.(8)
Data
yang didapatkan pada pasien antara lain pada:
1.
Anamnesis
Dari
anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak
khas
dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi,
polipagi,
penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan,
luka
sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia, impotens.(8)
2.
Pemeriksaan Fisik
a.
Pemeriksaan Mata
Pada
Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang
merupakan
tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan
Funduskopi,
berupa :
1).
Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
dalam
kapiler retina.
2).
Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah
kapiler
vena.
3).
Eksudat berupa :
a).
Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang
lama.
b).
Cotton wool patches.
7
Berwarna
putih, tak berbatas tegas, dihubungkan dengan
iskhemia
retina.
4).
Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena
obstruksi
kapiler.
5).
Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan
permeabilitas
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
6).
Neovaskularisasi
Bila
penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau
CRF
end stage, didapatkan perubahan pada :
- Cor _ cardiomegali
- Pulmo _ oedem
pulmo(3)
3.
Pemeriksaan Laboratorium
Proteinuria
yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2
minggu
tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau proteinuria
satu
kali pemeriksaan plus kadar kreatinin serum > 2,5 mg/dl.(8)
4.
Penatalaksanaan
A.
Nefropati Diabetik Pemula (Incipatien diabetic nephropathy)
1.
Pengendalian hiperglikemia
Pengendalian
hiperglikemia merupakan langkah penting untuk
mencegah/mengurangi
semua komplikasi makroangiopati dan
mikroangiopati.
a.
Diet
Diet
harus sesuai dengan rekomendasi dari Sub Unit
Endokrinologi
& Metabolisme, misalnya reducing diet khusus
untuk
pasien dengan obesitas. Variasi diet dengan pembatasan
protein
hewani bersifat individual tergantung dari penyakit
penyerta
:
- Hiperkolesterolemia
- Urolitiasis
(misal batu kalsium)
- Hiperurikemia
dan artritis Gout
- Hipertensi
esensial
8
b.
Pengendalian hiperglikemia
1).
Insulin
Optimalisasi
terapi insulin eksogen sangat penting .
a).
Normalisasi metabolisme seluler dapat mencegah
penimbunan
toksin seluler (polyol) dan metabolitnya
(myoinocitol)
b).
Isnulin dapat mencegah kerusakan glomerulus
c).
Mencegah dan mengurangi glikolisis protein
glomerulus
yang dapat menyebabkan penebalan
membran
basal dan hilangnya kemampuan untuk seleksi
protein
dan kerusakan glomerulus (permselectivity).
d).
Memperbaiki fatal tubulus proksimal dan mencegah
reabsorpsi
glukosa sebagai pencetus nefomegali.
Kenaikan
konsentrasi urinary N-acetyl-Dglucosaminidase
(NAG)
sebagai petanda hipertensi
esensial
dan nefropati.
e).
Mengurangi dan menghambat stimulasi growth
hormone
(GH) atau insulin-like growth factors
(IGF-I)
sebagai
pencetus nefromegali.
f).
Mengurangi capillary glomerular pressure (Poc)
2).
Obat antidiabetik oral (OADO)
Alternatif
pemberian OADO terutama untuk pasien-pasien
dengan
tingkat edukasi rendah sebagai upaya memelihara
kepatuhan
(complience). Pemilihan macam/tipe OADO
harus
diperhatikan efek farmakologi dan farmakokinetik
antara
lain :
a).
Eleminasi dari tubuh dalam bentuk obat atau
metabolitnya.
b).
Eleminasi dari tubuh melalui ginjal atau hepar.
c).
Perbedaan efek penghambat terhadap arterial smooth
muscle
cell (ASMC).
9
d).
Retensi Na+ sehingga
menyebabkan hipertensi.
2.
Pengendalian hipertensi
Pengelolaan
hipertensi pada diabetes sering mengalami kesulitan
berhubungan
dengan banyak faktor antara lain : (a) efikasi obat
antihipertensi
sering mengalami perubahan, (b) kenaikan risiko
efek
samping, (c) hiperglikemia sulit dikendalikan, (d) kenaikan
lipid
serum.
Sasaran
terapi hipertensi terutama mengurangi/mencegah angka
morbiditas
dan mortalitas penyakit sistem kardiovaskuler dan
mencegah
nefropati diabetik. Pemilihan obat antihipertensi lebih
terbatas
dibandingkan dengan pasien angiotensin-corverting (EAC)
a.
Golongan penghambat enzim angiotensin-coverting (EAC)
Hasil
studi invitro pada manusia penghambat EAC dapat
mempengaruhi
efek Ang-II (sirkulasi dan jaringan).
Kontraksi
Sel-sel otot
polos
vaskuler
Hipertensi
Aterosklerosis
Faktor
pertumbuhan
Sel-sel
mesangial
Glomerulosklerosis
Agg-II
Kardiomiosit Hipertrofi ventrikel kiri
Tonus
saraf
simpangan
tetik
Sel-sel
otot
polos
vaskuler
Hipertensi
Kardiomiosit
Hipertrofi ventrikel kiri
Gambar
efek patologi angiotensin-II
b.
Golongan antagonis kalsium
Mekanisme
potensial untuk meningkatkan risiko (efek
samping):
1)
Efek inotrofik negatif
2)
Efek pro-aritmia
3)
Efek pro-hemoragik
Peneliti
lain masih mengajurkan nifedipine GITSs atau non
dihydropiridine.
c.
Obat-obat antihipertensi lainnya dapat diberikan tetapi harus
memperhatikan
kondisi setiap pasien :
10
_ Blokade
b-kardioselektif
dengan aktivitaas intrinsik
simpatetik
minimal misal atenolol.
_ Antagonis
reseptor a-II
misal prozoasin dan doxazosin.
_ Vasodilator
murni seperti apresolin, minosidil kontra
indikati
untnuk pasien yang sudah diketahui mengidap
infark
miokard.
3.
Mikroalbuminuria
a.
Pembatasan protein hewani
Sudah
lebih ½ abad (50 tahun) diketahui bahwa diet rendah
protein
(DRP) mencegah progresivitas perjalanan penyakit dari
penyakit
ginjal eksperimen, tetapi mekanismenya masih belum
jelas.
Pembatasan
konsumsi protein hewani (0,6-0,8 per kg BB per
hari)
dapat mengurangi nefromegali, memperbaiki struktur
ginjal
pada nefropati diabetik (ND) stadium dini Hipotesis DRP
untuk
mencegah progresivitas kerusakan ginjal:
1)
Efek hemodinamik
Perubahan
hemodinamik intrarenal terutama penurunan
LFG,
plasma flow rate (Q) dan perbedaan tekanan-tekanan
hidrolik
transkapiler, berakhir dengan penurunan tekanan
kapiler
glomerulus (PGC =
capillarry glomerular preessure)
2)
Efek non-hemodinamik
_ Memperbaiki
selektivitas glomerulus
Kenaikan
permeabilitas dinding kapiler glomerulus
menyebabkan
transudasi circulating macromolecules
termasuk
lipid ke dalam ruang subendotelial dan
mesangium.
Lipid terutama oxidize LDL merangsang
sintesis
sitokin dan chemoattractant dan penimbunan
sel-sel
inflamasi terutama monosit dan makrofag.
_ Penurunan
ROS
11
Bila
pH dalam tubulus terutama lisosom bersifatt asam
dapat
menyebabkan disoasi Fe dari transferrin akibat
endositosis.
Kenaikan konsentrasi Fe selular
menyebabkan
pembentukan ROS.
_ Penurunan
hipermetabolisme tubular
Konsumsi
(kebutuhan) O2 meningkat
pada nefron yang
masih
utuh (intac), diikuti peningkatan transport Na+
dalam
tubulus dan merangsang pertukaran Na+/H+.
DRP
diharapkan dapat mengurangi energi untuk
transport
ion dan akhirnya mengurangi
hipermetabolisme
tubulus.
_ Mengurangi
growth factors & systemic hormones
Growth
factors memegang peranan penting dalam
mekanisme
progresivitas kerusakan nefron (sel-sel
glomerulus
dan tubulus).
DRP
diharapkan dapat mengurangi :
- Pembentukan
transforming growth factor beta
(TGF-b dan
platelet-derived growth factors
(PDGF).
- Konsentrasi
insulin-like growth factors (IGF-1),
epithelial-derived
growth factors (EDGF), Ang-II
(lokal
dan sirkulasi), dan parathyroid hormones
(PTH).
3)
Efek antiproteinuria dari obat antihipertensi
Penghambat
enzim angiotensin-converting (EAC) sebagai
terapi
tunggal atau kombinasi dengan antagonis kalsium
non-dihydropiridine
dapat mengurangi proteinuria disertai
stabilisasi
faal ginjal.
B.
Nefropati diabetik nyata (overt diabetic nephropathy)
Manajemen
nefropati diabetik nyata tergantung dari gambaran klinis;
tidak
jarang melibatkan disiplin ilmu lain.
12
Prinsip
umum manajemen nefropati diabetik nyata :
1.
Manajemen Utama (esensi)
a.
Pengendalian hipertensi
1)
Diet rendah garam (DRG)
Diet
rendah garam (DRG) kurang dari 5 gram per hari
penting
untuk mencegah retensi Na+ (sembab
dan
hipertensi)
dan meningkatkan efektivitas obat antihipertensi
yang
lebih proten.
2)
Obat antihipertensi
Pemberian
antihipertensi pada diabetes mellitus merupakan
permasalahan
tersendiri. Bila sudah terdapat nefropati
diabetik
disertai penurunan faal ginjal, permasalahan lebih
rumit
lagi.
Beberapa
permasalahan yang harus dikaji sebelum
pemilihan
obat antihipertensi antara lain :
a)
Efek samping misal efek metabolik
b)
Status sistem kardiovaskuler.
- Miokard
iskemi/infark
- Bencana
serebrovaskuler
c)
Penyesuaian takaran bila sudah terdapat insufisiensi
ginjal.
b.
Antiproteinuria
1)
Diet rendah protein (DRP)
DRP
(0,6-0,8 gram per kg BB per hari) sangat penting
untuk
mencegah progresivitas penurunan faal ginjal.
2)
Obat antihipertensi
Semua
obat antihipertensi dapat menurunkan tekanan darah
sistemik,
tetapi tidak semua obat antihipertensi mempunyai
potensi
untuk mengurangi ekskresi proteinuria.
a)
Penghambat EAC
13
Banyak
laporan uji klinis memperlihatkan penghambat
EAC
paling efektif untuk mengurangi albuminuria
dibandingkan
dengan obat antihipertensi lainnya.
b)
Antagonis kalsium
Laporan
studi meta-analysis memperlihatkan antagonis
kalsium
golongan nifedipine kurang efektif sebagai
antiproteinuric
agent pada nefropati diabetik dan
nefropati
non-diabetik.
c)
Kombinasi penghambat EAC dan antagonis kalsium
non
dihydropyridine.
Penelitian
invitro dan invivo pada nefropati diabetik
(DMT)
kombinasi penghambar EAC dan antagonis
kalsium
non dihydropyridine mempunyai efek.
3)
Optimalisasi terapi hiperglikemia
Keadaan
hiperglikemi harus segera dikendalikan menjadi
normoglikemia
dengan parameter HbA1c dengan insulin
atau
obat antidiabetik oral (OADO).
2.
Managemen Substitusi
Program
managemen substitusi tergantung dari kompliaksi kronis
lainnya
yang berhubungan dengan penyakit makroangiopati dan
mikroangiopati
lainnya.
a)
Retinopati diabetik
_ Terapi
fotokoagulasi
b)
Penyakit sistem kardiovaskuler
_ Penyakit
jantung kongestif
_ Penyakit
jantung iskemik/infark
c)
Bencana serebrovaskuler
_ Stroke
emboli/hemoragik
d)
Pengendalian hiperlipidemia
Dianjrkan
golongan sinvastatin karena dapat mengurangi
konsentrasi
kolesterol-LDL.
14
C.
Nefropati diabetik tahap akhir (End Stage diabetic nephropathy)
Gagal
ginjal termasuk (GGT) diabetik
Saat
dimulai (inisiasi) program terapi pengganti ginjal sedikit berlainan
pada
GGT diabetik dan GGT non-diabetik karena faktor indeks komorbiditas.
Pemilihan
macam terapi pengganti ginjal yang bersifat
individual
tergantung dari umur, penyakit penyertaa dan faktor indeks
ko-morbiditas.
15
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Nefropati Diabetika adalah komplikasi Diabetes Mellitus pada ginjal yang
dapat
berakhir sebagai gagal ginjal.
2.
Diagnosa Nefropati Diabetika ditegakkan apabila memenuhi persyaratan
sebagai
berikut :
a.
DM
b.
Retinopati Diabetika
c.
Proteinuria yang persisten selama 2 kali pemeriksaan dengan interval 2
minggu
tanpa ditemukan penyebab proteinuria yang lain atau proteinuria
satu
kali pemeriksaan piks kadarr kreatinin serum > 2,5 mg/dl.
3.
Manajemen Nefropati Diabetika tergantung
pada presentasi klinis, yaitu saat:
Incipient
diabetic nephropathy, Over diabetic nephropathy,atau End stage
diabetic
nephropathy.
16
DAFTAR
PUSTAKA
1.
American Diabetes Association. 2004. Hypertension Management in adults
with
diabetes (position statement). Diabetes
Care (Suppl 1): S65-S67.
2.
American Diabetes Association. 1994. Standards of medical care for patients
with
diabetes mellitus. Diabetes Care
: pp. 616-623.
3.
Beetham W. P. 1963. Visual Prognosis of Proliferating Diabetic Retinopathy.
Brit.
J. Opth. P. 611.
4.
Bergstroom J. 1999. Mechanism of Uremic Supression of Apetite. Journal
of
Renal
Nutrition. hal 129-132.
5.
Daniel W. Foster. 1994. Diabetes Mellitus in Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit
Dalam. Edisi 13, EGC. Jakarta. Hal
2212-2213.
6.
Djokomuljanto R. 1999. Insulin Resistance and Other Factors in the
Patogenesis
of Diabetic Nephropathy. Simposium
Nefropati Diabetik.
Konggres
Pernefri.
7.
Imam Parsudi A. 1993. “Nefropati Diabetik” konggres Nasional Perkemi III
1993:
225-235.
8.
Lestariningsih. 2004. Hipergensi pada Diabetik PIT V PERKENI 2004.
Semarang.
hal 1-5.
9.
Saweins Walaa. 2004. The Renal Unit at the Royal Informary of Edinburgh.
Scotland,
Uk, Renal @ed.ac.uk.
10.
Sukandar E. 1997. Tinjauan Umum Nefropati Diabetik in Nefropati Klinik.
Edisi
ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Hal 274-281.
Komentar
Posting Komentar